info ISLAM

Kamis, 17 Februari 2011

MENGENAL SEBUAH PARTAI POLITIK ISLAM INTERNASIONAL YANG BERIDEOLOGI ISLAM

HIZBUT
TAHRIR



MENGENAL SEBUAH PARTAI
POLITIK ISLAM INTERNASIONAL
YANG BERIDEOLOGI ISLAM

HIZBUT TAHRIR
(Pemikiran dan Platform Perjuangan)


Mukadimah
Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang berlandaskan Islam. Politik
merupakan kegiatannya dan Islam adalah mabda (ideologi)-nya. Hizbut Tahrir
melakukan aktivitas politiknya di tengah-tengah umat dan bekerja sama dengan
mereka. Aktivitas politik Hizbut Tahrir ini dimaksudkan untuk menjadikan Islam
sebagai agenda utama permasalahan umat serta membimbing mereka untuk
mendirikan kembali sistem khilafah dan menegakkan hukum berdasarkan wahyu yang
telah diturunkan Allah ke dalam realitas kehidupan ini.
Hizbut Tahrir merupakan faksi/organisasi politik, bukan faksi/organisasi yang
hanya berdasarkan spiritualisme (keruhanian) semata; bukan lembaga ilmiah (seperti
lembaga studi agama atau badan penelitian, penerj.); bukan lembaga pendidikan
(akademis); dan bukan pula lembaga sosial-kemanusiaan (yang hanya bergerak di
bidang sosial-kemasyarakatan, penerj.). Ide-ide Islam merupakan spirit (jiwa), inti, dan
sekaligus rahasia kehidupannya.

Latar Belakang Berdirinya Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir didirikan dalam rangka memenuhi seruan Allah Swt.:

Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada al-Khayr (yaitu
memeluk Islam), memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Merekalah
orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imrân [3]: 104).

Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan
yang demikian parah; membebaskan umat dari ide-ide, sistem-sistem, dan hukum-
hukum kufur; serta membebaskan mereka dari kekuasaan dan dominasi negara-negara
kafir. Hizbut Tahrir juga bermaksud untuk membangun kembali Daulah Khilafah
Islamiyah di muka bumi, sehingga urusan pemerintahan dapat dijalankan kembali
sesuai dengan wahyu yang telah diturunkan Allah Swt.

Keharusan Berdirinya Partai-partai Politik Menurut Syariat
Berdirinya Hizbut Tahrir, sebagaimana telah disebutkan, adalah dalam rangka
memenuhi seruan Allah Swt., “Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat.”
Dalam ayat ini, sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan umat Islam agar di
antara mereka ada suatu jamaah (kelompok) yang terorganisasi. Kelompok ini memiliki
dua tugas: (1) mengajak pada al-Khayr, yakni mengajak pada al-Islâm; (2)
memerintahkan kebajikan (melaksanakan syariat) dan mencegah kemungkaran
(mencegah pelanggaran terhadap syariat).
Perintah untuk membentuk suatu jamaah yang terorganisasi di sini memang
sekadar menunjukkan adanya sebuah tuntutan (thalab) dari Allah. Namun demikian,
terdapat qarînah (indikator) lain yang menunjukkan bahwa tuntutan tersebut adalah
suatu keniscayaan. Oleh karena itu, aktivitas yang telah ditentukan oleh ayat ini yang
harus dilaksanakan oleh kelompok yang terorganisasi tersebut --yakni mendakwahkan Islam dan melaksanakan amar makruf nahi mungkar-- adalah kewajiban yang harus
ditegakkan oleh seluruh umat Islam. Kewajiban ini telah diperkuat oleh banyak ayat
lain dan sejumlah hadis Rasulullah saw. Rasulullah saw., misalnya, bersabda, “Demi
Zat Yang diriku berada di tangan-Nya, sungguh kalian (mempunyai dua pilihan):
melaksanakan amar makruf nahi mungkar ataukah Allah benar-benar akan
menimpakan siksaan dari sisi-Nya. Kemudian, setelah itu kalian berdoa, tetapi doa
kalian itu tidak akan dikabulkan.” (H.R. At-Turmudzî, hadis no. 2259).
Hadis di atas merupakan salah satu qarînah (indikator) yang menunjukkan
bahwa thalab (tuntutan) tersebut bersifat tegas dan perintah yang terkandung di
dalamnya hukumnya adalah wajib.
Jamaah terorganisasi yang dimaksud haruslah berbentuk partai politik.
Kesimpulan ini dapat dilihat dari segi: (1) ayat di atas telah memerintahkan kepada
umat Islam agar di antara mereka ada sekelompok orang yang membentuk suatu
jamaah; (2) ayat di atas juga telah membatasi aktivitas jamaah yang dimaksud, yaitu
mendakwahkan Islam dan melaksanakan amar makruf nahyi munkar.
Sementara itu, aktivitas amar makruf nahi mungkar di dalamnya mencakup
upaya menyeru para penguasa agar mereka berbuat kebajikan (melaksanakan syariat
Islam) dan mencegah mereka berbuat kemungkaran (melaksanakan sesuatu yang tidak
bersumber dari syariat, misalnya, bersikap zalim, fasik, dan lain-lain, penerj.). Bahkan,
inilah bagian terpenting dalam aktivitas amar makruf nahi mungkar, yaitu mengawasi
para penguasa dan menyampaikan nasihat kepada mereka. Aktivitas-aktivitas seperti
ini jelas merupakan salah satu aktivitas politik, bahkan termasuk aktivitas politik yang
amat penting. Aktivitas politik ini merupakan ciri utama dari partai-partai politik yang
ada. Dengan demikian, ayat di atas menunjukkan pada adanya kewajiban mendirikan
partai-partai politik.
Akan tetapi, ayat tersebut di atas memberi batasan bahwa kelompok-kelompok
yang terorganisasi tadi mesti berbentuk partai-partai Islam. Sebab, tugas yang telah
ditentukan oleh ayat tersebut --yakni mendakwahkan kepada Islam dan mewujudkan
amar makruf nahi mungkar sesuai dengan hukum-hukum Islam-- tidak mungkin dapat
dilaksanakan kecuali oleh organisasi-organisasi dan partai-partai Islam. Partai Islam
adalah partai yang berasaskan akidah Islam; partai yang mengadopsi dan menetapkan
ide-ide, hukum-hukum, dan solusi-solusi (atas berbagai problematika umat) yang
Islami; serta partai yang tharîqah (metode) operasionalnya adalah metode Rasulullah
saw.
Oleh karena itu, tidak dibolehkan organisasi-organisasi/partai-partai politik
yang ada di tengah-tengah umat Islam berdiri di atas dasar selain Islam, baik dari segi
fikrah (ide dasar) maupun tharîqah (metode)-nya. Hal ini, di samping karena Allah Swt.
telah memerintahkan demikian, juga karena Islam adalah satu-satunya mabda’
(ideologi) yang benar dan layak di muka bumi ini. Islam adalah mabda’ yang bersifat
universal, sesuai dengan fitrah manusia, dan dapat memberikan jalan pemecahan
kepada manusia (atas berbagai problematikan mereka, penerj.) secara manusiawi. Oleh
karena itu, Islam telah mengarahkan potensi hidup manusia—berupa gharâ’iz (naluri-
naluri) dan hajât ‘udhawiyyah (tuntutan jasmani), mengaturnya, dan mengatur
pemecahannya dengan suatu tatanan yang benar; tidak mengekang dan tidak pula
melepaskannya sama sekali; tidak ada saling mendominasi antara satu gharîzah (naluri)
atas gharîzah (naluri) yang lain. Islam adalah ideologi yang mengatur seluruh aspek
kehidupan. Allah Swt. telah mewajibkan umat Islam agar selalu terikat dengan hukum-
hukum Islam secara keseluruhan, baik menyangkut hubungannya dengan Pencipta
mereka, seperti hukum-hukum yang mengatur masalah akidah dan ibadah;
menyangkut hubungannya dengan dirinya sendiri, seperti hukum-hukum yang
mengatur masalah akhlak, makanan, pakaian, dan lain-lain; ataupun menyangkut
hubungannya dengan sesama manusia, seperti hukum-hukum yang mengatur masalah
muamalat dan perundang-undangan.
Allah Swt. juga telah mewajibkan umat Islam agar menerapkan Islam secara
total dalam seluruh aspek kehidupan mereka, menjalankan pemerintahan Islam, serta
menjadikan hukum-hukum syariat yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-
Nya sebagai konstitusi dan sistem perundang-undangan mereka. Allah Swt. berfirman :

Putuskanlah perkara di antara manusia berdasarkan wahyu yang telah Allah turunkan
dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran
(hukum Allah) yang telah datang kepada kalian. (QS al-Mâ’idah [5]: 48).

Hendaklah kalian memutuskan perkara di antara manusia berdasarkan wahyu yang telah
Allah turunkan dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah
kalian terhadap mereka, jangan sampai mereka memalingkan kalian dari sebagian wahyu
yang telah Allah turunkan kepada kalian. (QS al-Mâ’idah [5]: 49).

Oleh karena itu, Islam memandang bahwa tidak menjalankan pemerintahan
berdasarkan hukum Islam merupakan sebuah tindakan kekufuran, sebagaimana
firman-Nya:
Siapa saja yang tidak memutuskan perkara (menjalankan urusan pemerintahan)
berdasarkan wahyu yang telah diturunkan Allah, berarti mereka itulah orang-orang
kafir. (QS al-Mâ’idah [5]: 44).

Semua mabda’ (ideologi) selain Islam, seperti kapitalisme dan sosialisme
(termasuk di dalamnya komunisme), tidak lain merupakan ideologi-ideologi destruktif
(rusak) dan bertentangan dengan fitrah kemanusiaan. Ideologi-ideologi tersebut adalah
buatan manusia yang sudah nyata kerusakannya dan telah terbukti cacat-celanya.
Semua ideologi yang ada selain Islam tersebut bertentangan dengan Islam dan hukum-
hukumnya. Oleh karena itu, upaya mengambil dan meyebarluaskannya serta dan
membentuk organisasi/partai berdasarkan ideologi-ideologi tersebut adalah termasuk
tindakan yang diharamkan oleh Islam.
Dengan demikian, organisasi/partai umat Islam wajib berdasarkan Islam
semata, baik ide maupun metodenya. Umat Islam haram membentuk organisasi/partai
atas dasar kapitalisme, komunisme, sosialisme, nasionalisme, patriotisme,
primordialisme (sektarianisme), aristokrasi, atau freemasonry. Umat Islam juga haram
menjadi anggota ataupun simpatisan partai-partai di atas karena semuanya merupakan
partai-partai kufur yang mengajak kepada kekufuran. Padahal Allah Swt. telah
berfirman:

Barangsiapa yang mencari agama (cara hidup) selain Islam, niscaya tidak akan diterima,
sementara di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi. (QS Ali Imran [3]: 85).

Allah Swt. juga berfirman dalam ayat yang kami jadikan patokan di sini, yaitu,
mengajak kepada kebaikan, yang dapat diartikan dengan mengajak pada Islam. Sementara itu, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang melakukan suatu
amal-perbuatan yang bukan termasuk urusan kami, berarti amal-perbuatan itu
tertolak.” (H.R. Muslim, hadis no. 1718).
Rasulullah saw. juga bersabda, “Barangsiapa yang mengajak orang pada
ashabiyah (primordialisme, sektarianisme) tidaklah termasuk golongan kami.” (H.R.
Abû Dâwud, hadis no. 5121).
Berkaitan dengan hal di atas, upaya untuk membangkitkan umat dari
kemerosotan yang dideritanya; membebaskan mereka dari ide-ide, sistem, dan hukum-
hukum kufur; serta melepaskan mereka dari kekuasaan dan dominasi negara-negara
kafir, sesungguhnya dapat ditempuh dengan jalan meningkatkan taraf berfikir mereka.
Upaya riilnya adalah dengan melakukan reformasi total dan fundamental atas ide-ide
dan persepsi-persepsi yang telah menyebabkan kemerosotan mereka. Setelah itu,
ditanamkan di dalam benak umat ide-ide dan pemahaman-pemahaman Islam yang
benar. Upaya demikian diharapkan dapat menciptakan perilaku umat dalam
kehidupan ini yang sesuai dengan ide-ide dan hukum-hukum Islam.

Sebab-sebab Kemerosotan Umat Islam
Sesungguhnya kemerosotan yang sangat fatal dan tidak pantas diderita oleh
umat Islam adalah akibat dari sangat lemahnya mereka di dalam memahami dan
merealisasikan Islam. Hal ini diakibatkan oleh sejumlah faktor yang berhasil
mengaburkan fikrah (ide) dan tharîqah (metode) dari ideologi Islam (deideologisasi
Islam), yang dilancarkan sejak abad kedua Hijriah sampai saat ini. Faktor-faktor
tersebut muncul karena beberapa hal, yang paling dominan antara lain adalah:
1) Adanya transfer filsafat India, Persia, dan Yunani, serta adanya upaya umat Islam
untuk mengkompromikan filsafat-filsafat tersebut dengan Islam, walaupun terdapat
perbedaan mendasar di antara keduanya.
2) Adanya manipulasi terhadap ajaran Islam oleh orang-orang yang membenci Islam,
baik menyangkut ide-ide ataupun hukum-hukumnya, yang sebenarnya tidak
berasal dari Islam. Upaya ini dimaksudkan untuk merusak citra Islam dan
menjauhkan umat Islam dari Islam.
3) Diabaikannya bahasa Arab dalam memahami dan merealisasikan ajaran Islam, yang
kemudian disusul dengan dipisahkan bahasa ini dari Islam pada abad ketujuh
Hijriah. Padahal Islam tidak mungkin dapat dipahami tanpa bahasa Arab.
Penggalian (istinbâth) hukum-hukum baru atas berbagai fakta-kejadian yang
berkembang melalui jalan ijtihad jelas tidak mungkin dapat dilakukan tanpa
memahami bahasa Arab.
4) Adanya gelombang serangan kaum misionaris, serangan (orientalis) dalam bidang
kebudayaan, dan kemudian disusul oleh serangan secara politis (yang mendominasi
dunia Islam) dari negara-negara kafir Barat, sejak abad ke-17 Masehi. Serangan-
serangan tersebut bertujuan untuk memalingkan pandangan umat Islam dari Islam,
menjauhkan mereka dari Islam, dan pada akhirnya menghancurkan Islam itu
sendiri.

Sebab-sebab Kegagalan Umat Islam
Berbagai macam upaya untuk membangkitkan umat Islam telah banyak
dilakukan. Berbagai bentuk gerakan, baik yang Islami ataupun yang tidak Islami, telah
banyak pula didirikan untuk tujuan yang sama. Namun demikian, semuanya mengalami kegagalan dan belum berhasil membangkitkan umat Islam, bahkan tidak
berdaya dalam membendung arus kemerosotan umat yang fatal tersebut.
Kegagalan seluruh usaha dan gerakan untuk membangkitkan kembali umat
Islam atas dasar Islam disebabkan, antara lain, oleh beberapa faktor berikut ini:
1) Tidak adanya pemahaman yang rinci dan mendetail mengenai ide (fikrah) Islam
pada pihak-pihak yang berupaya membangkitkan kembali umat Islam, karena
mereka terpengaruh oleh berbagai faktor yang mengaburkan. Mereka
mendakwahkan Islam dalam bentuk yang terlalu general (umum) dan sangat
longgar. Mereka tidak berusaha menentukan ide-ide dan hukum-hukum mana yang
hendak digunakan untuk membangkitkan umat. Mereka juga tidak berdaya dalam
mengatasi segala macam problematika umat melalui ide-ide Islam berikut
pelaksanaannya. Hal ini disebabkan oleh belum adanya gambaran yang jelas
tentang ide-ide dan hukum-hukum Islam di dalam benak mereka. Pemikiran
mereka lebih banyak diilhami dan dipengaruhi oleh berbagai fakta-fakta yang ada.
Mereka menjadikan fakta-fakta tersebut sebagai pijakan bagi pemikiran mereka.
Mereka juga berupaya untuk menakwilkan dan menafsirkan Islam dengan
penakwilan dan penafsiran yang tidak sesuai dengan apa yang tersirat dalan nash
(teks al-Quran dan Sunnah). Dengan begitu, hukum-hukum Islam dipaksa untuk
mengakomodasi fakta-fakta yang ada, kendati fakta-fakta tersebut nyata-nyata
berlawanan secara diametral dengan Islam. Artinya, yang mereka lakukan bukanlah
menjadikan fakta-fakta tersebut sebagai objek pemikiran yang harus diubah
sehingga sejalan dengan hukum-hukum Islam.
Oleh karena itu, tidak aneh apabila mereka senantiasa menyerukan slogan-
slogan liberalisme, demokrasi, kapitalisme, dan sosialisme. Mereka menganggap
semua itu sebagai bersumber dari Islam, meskipun secara total, semua itu sangat
bertentangan dengan Islam.
2) Tidak tampaknya pada benak mereka kejelasan metode (tharîqah) Islam di dalam
merealisasikan serta mengaplikasikan ide-ide dan hukum-hukum Islam dalam
suatu gambaran yang jelas dan sempurna. Mereka acapkali mengemban ide-ide
Islam yang tidak jelas melalui media yang juga tidak terencana (terkesan spontan)
dan dalam bentuk-bentuk yang sangat absurd (diliputi kesamaran).
Mereka acapkali beranggapan bahwa kembalinya Islam dapat ditempuh dengan
cara membangun banyak masjid, menerbitkan buku-buku Islam, mendirikan
organisasi–organisasi sosial-kemanusiaan, atau hanya melalui pendidikan akhlak
dan pembinaan yang bersifat individual semata. Mereka acapkali mengabaikan
kondisi masyarakat yang dekaden dan tidak mempedulikan bagaimana ide-ide,
hukum-hukum, dan sistem kehidupan kufur telah demikian mencengkram kuat di
tengah-tengah masyarakat. Mereka berasumsi bahwa perbaikan masyarakat akan
terjadi melalui perbaikan individu-individunya semata. Padahal perbaikan
masyarakat hanya akan terwujud dengan cara meluruskan kembali pemikiran-
pemikiran dan perasaan-perasaan masyarakat serta aturan-aturan yang berlaku di
tengah-tengah mereka. Meluruskan dan memperbaiki aspek ini secara otomatis
dapat membawa pada perbaikan seluruh anggota masyarakat. Sebab, masyarakat
bukan hanya terdiri dari kumpulan individu-individu semata, tetapi juga berikut
seluruh interaksi yang terjadi di antara mereka—yang berarti melibatkan segenap
pemikiran dan perasaan masyarat serta hukum-hukum yang berlaku di tengah-
tengah mereka. Cara seperti inilah yang telah dilakukan Rasulullah saw. dalam melakukan
transformasi sosial (mengubah masyarakat) dari masyarakat jahiliah menjadi
masyarskat Islam. Beliau berusaha mengubah akidah yang berlaku pada saat itu
dengan akidah Islam; mengubah pemikiran, persepsi-persepsi, dan tradisi-tradisi
jahiliah dengan pemikiran-pemikiran, persepsi-persepsi, dan hukum-hukum islam.
Dari sinilah perasaan masyarakat Arab dapat berubah; dari perasaan yang terikat
dengan akidah, ide-ide, dan tradisi-tradisi jahiliah menjadi terikat dengan akidah,
ide-ide, dan hukum-hukum Islam—hingga Allah Swt. menentukan keberhasilan
beliau dalam mengubah masyarakat Madinah. Pada waktu itu, sebagian besar
penduduk Madinah telah memeluk Islam, sekaligus mengadopsi ide-ide,
pemahaman-pemahaman, dan hukum-hukum Islam. Pada saat itulah Rasulullah
saw. beserta para sahabatnya berhijrah ke Madinah setelah terjadi Baiat Aqabah
kedua. Sejak saat itu beliau mulai memberlakukan hukum-hukum Islam. Dengan
begitu, terbentuklah saat itu masyarakat Islam di Madinah.
Di antara umat Islam ada juga yang menggunakan metode kekuatan fisik dan
mengangkat senjata, tanpa membedakan antara dâr al-Islâm (daulah Islam) dan dâr
al-kufr (negara kufur), tanpa membedakan antara metode menyampaikan dakwah
dan menentang kemungkaran di masing-masing tempat tersebut. Sementara itu,
negara yang sedang kita tempati saat ini adalah dâr al-kufr, karena di dalamnya
diterapkan hukum-hukum kufur. Keadaan ini mirip dengan keadaan di Makkah
pada saat Rasulullah saw. diutus. Cara mengemban dakwah dalam keadaan seperti
ini adalah dengan dakwah secara lisan dan aktivitas politik, bukan dengan kekuatan
fisik; persis seperti cara yang telah ditempuh oleh Rasulullah saw. di Makkah.
Ketika itu beliau membatasi aktivitasnya hanya pada aktivitas-aktivitas dakwah
secara lisan semata; beliau tidak menggunakan kekuatan fisik. Hal ini karena
aktivitas dakwah beliau tidak dimaksudkan untuk mengubah penguasa yang tidak
menerapkan hukum-hukum Allah Swt. di dâr al-Islâm, melainkan dimaksudkan
untuk mengubah dâr al-kufr berikut pemikiran-pemikiran dan sistemnya. Semua ini
dapat dilakukan dengan cara mengubah pemikiran-pemikiran dan perasaan-
persaan masyarakat serta peraturan-peraturan yang berlaku di tengah-tengah
mereka, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw. di Makkah.
Sementara itu, dalam konteks dâr al-Islâm yang menerapkan di dalamnya hukum-
hukum Allah Swt., apabila penguasanya telah terbukti menyimpang dengan
mengadopsi dan memberlakukan hukum kufur secara nyata, maka wajib bagi umat
Islam untuk menentang dan meluruskannya agar penguasa tersebut kembali pada
hukum Islam. Akan tetapi, apabila penguasa tidak mau kembali, maka umat Islam
wajib mengangkat senjata untuk memaksanya agar kembali kepada hukum yang
telah diturunkan Allah. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah Saw. bersabda,
sebagaimana telah dijelaskan dalam hadis ‘Ubâdah ibn ash-Shâmit, “Kami tidak
merampas kekuasaan dari pemiliknya, kecuali apabila kalian melihat kekufuran
yang nyata, yang dapat dibuktikan disisi Allah.” (Shahih Al-Bukhârî, jilid 13, hlm.
167; Shahih Muslim no. 1709).
Dalam riwayat ‘Awf ibn Mâlik, disebutkan bahwa telah ditanyakan kepada
Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, apakah tidak kita perangi saja mereka itu dengan
pedang?” Beliau menjawab, “Tidak, selama mereka masih mendirikan salat.” (H.R.
Muslim, no. 1855).
Mendirikan salat di sini merupakan kinayah (makna implisit) dari pelaksanaan
hukum Islam. Kedua hadis ini berkaitan dengan cara meluruskan seorang penguasa Muslim di
dâr al-Islâm, menjelaskan cara melaksanakan koreksi, dan menerangkan kapan harus
menggunakan kekuatan fisik untuk mencegah timbulnya kekufuran yang nyata di
dâr al-Islâm yang sebelumnya tidak pernah terjadi.
Upaya Hizbut Tahrir untuk menegakkan kembali Daulah Khilafah dan
menerapkan hukum-hukum yang telah diturunkan oleh Allah ke muka bumi terkait
dengan kenyataan bahwa, Allah Swt. telah mewajibkan kepada seluruh umat Islam
agar terikat dengan seluruh hukum syariat dan menjalankan pemerintahan sesuai
dengan apa yang telah diturunkan Allah Swt. Semua itu tidak dapat dilakukan,
kecuali dengan tegaknya Daulah Islamiyah dan diangkatnya seorang khalifah yang
menerapkan Islam atas seluruh umat manusia.
Sejak Daulah Khilafah dihapuskan pada saat Perang Dunia I, umat Islam hidup
tanpa naungan Daulah Islam dan tanpa menjalankan lagi pemerintahan Islam. Oleh
karena itu, usaha untuk mendirikan kembali Khilafah dan memberlakukan kembali
hukum yang diturunkan Allah ke muka bumi adalah sebuah kewajiban yang tegas.
Kewajiban ini telah dibebankan oleh Islam kepada umat. Kewajiban ini mesti
direalisasikan; tidak ada alternatif (pilihan) lain selain mengerjakannya. Masalah ini
tidak boleh kita pandang sepele. Melalaikan tugas ini adalah sebuah kemaksiatan
yang sangat besar. Allah akan menyiksa (orang-orang yang melalaikannya) dengan
siksaan yang sangat berat. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Siapa saja yang mati
sementara di pundaknya tidak ada baiat (kepada seorang khalifah), maka
kematiannya adalah seperti kematian orang jahiliah (maksudnya, ia akan memikul
dosa besar, penerj.).” (H.R. Muslim, hadis no. 1851).
Bersikap pasif atau berdiam diri terhadap tugas ini sama artinya dengan
melalaikan tegaknya salah satu kewajiban utama dalam Islam. Tegaknya khilafah
ini sangatlah menentukan tegaknya hukum-hukum Islam, bahkan menentukan
eksistensi Islam itu sendiri di tengah-tengah kehidupan.
Dalam hal ini, sebuah kaidah ushul menyebutkan, “Mâ lâ yatim al-wâjib illâ bih fa
huwa wâjib.” Artinya, suatu kewajiban yang tidak dapat direalisasikan kecuali
dengan adanya sesuatu berarti sesuatu itu menjadi wajib adanya.
Dengan latar belakang seperti itulah Hizbut Tahrir berdiri. Hizbut Tahrir adalah
sebuah partai politik yang berasaskan akidah Islam. Partai ini juga telah mengambil
serta menetapkan ide-ide dan hukum-hukum Islam yang diperlukan untuk
mencapai tujuannya. Partai ini telah berupaya menghindarkan dirinya dari seluruh
kekurangan dan faktor-faktor kegagalan yang pernah diderita berbagai organisasi
atau gerakan yang ada, yang telah berdiri untuk membangkitkan umat dengan
Islam. Hizbut Tahrir telah menyadari sepenuhnya seluruh ide dan metode dakwah
dengan sebuah kesadaran rasional dan mendetail sesuai dengan apa yang telah
diterangkan oleh wahyu, baik yang bersumber dari Kitabullah maupun Sunnah
Rasul-Nya, dan sesuai pula dengan apa yang ditunjukkan oleh dua sumber tadi,
yaitu ijma sahabat dan qiyas.
Hizbut Tahrir telah melakukan serangkaian penelitian yang cermat atas berbagai
fakta yang terjadi dan memandangnya sebagai sasaran pemikirannya untuk diubah
dan disesuaikan dengan hukum Islam. Partai ini hanya mengikuti tharîqah (metode)
dakwah Rasulullah saw. di dalam perjalanannya mengemban dakwah, sejak beliau
berada di Makkah sampai beliau berhasil menegakkan pemerintah Islam di
Madinah. Hizbut Tahrir menjadikan akidah Islam serta ide-ide dan hukum-hukumnya sebagai ikatan yang mempersatukan seluruh anggota dan para
aktivisnya.
Oleh karena itu, wajar jika partai ini dapat diterima dan didukung oleh umat
Islam untuk bersama-sama berjalan dengan Hizbut Tahrir. Bahkan umat Islam
memiliki kewajiban untuk menerima, mendukung, dan berjuang bersama partai.
Sebab, Hizbut Tahrir merupakan satu-satunya partai yang telah memahami secara
optimal ide-ide Islam; melihat dengan jelas jalan dakwahnya; menguasai
permasalahan umat; serta berupaya untuk tetap konsisten mengikuti jejak Sirah
Rasulullah saw.—tanpa bergeser sedikit pun dari langkah-langkah beliau dan tidak
ada seorang pun yang dapat membelokkannya dari tujuan dakwahnya.

Tujuan Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir memiliki dua tujuan: (1) melangsungkan kehidupan Islam; (2)
mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Tujuan ini berarti mengajak umat
Islam agar kembali hidup secara Islami di dâr al-Islam dan di dalam lingkungan
masyarakat Islam. Tujuan ini berarti pula menjadikan seluruh aktivitas kehidupan
diatur sesuai dengan hukum-hukum syariat serta menjadikan seluruh pandangan
hidup dilandaskan pada standar halal dan haram di bawah naungan dawlah Islam.
Dawlah ini adalah dawlah-khilâfah yang dipimpin oleh seorang khalifah yang diangkat
dan dibaiat oleh umat Islam untuk didengar dan ditaati. Khalifah yang telah diangkat
berkewajiban untuk menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah
Rasul-Nya serta mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah
dan jihad.
Di samping itu, aktivitas Hizbut Tahrir dimaksudkan untuk membangkitkan
kembali umat Islam dengan kebangkitan yang benar melalui pemikiran yang
tercerahkan. Hizbut Tahrir berusaha untuk mengembalikan posisi umat Islam ke masa
kejayaan dan keemasannya, yakni tatkala umat dapat mengambil alih kendali negara-
negara dan bangsa-bangsa di dunia ini. Hizbut Tahrir juga berupaya agar umat dapat
menjadikan kembali dawlah Islam sebagai negara terkemuka di dunia—sebagaimana
yang telah terjadi di masa silam; sebuah negara yang mampu mengendalikan dunia ini
sesuai dengan hukum Islam.
Partai ini juga bertujuan untuk menyampaikan hidayah (petunjuk syariat) bagi
umat manusia; memimpin umat Islam untuk menentang kekufuran berikut ide-ide dan
sistem perundang-undangannya secara menyeluruh, sehingga Islam dapat
menyelimuti bumi ini.

Keanggotaan Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir menerima anggota dari kalangan umat Islam, baik pria maupun
wanita, tanpa memperhatikan lagi apakah mereka keturunan Arab atau bukan, berkulit
putih ataupun hitam. Hizbut Tahrir adalah sebuah partai untuk seluruh umat Islam.
Partai ini menyerukan kepada umat untuk mengemban dakwah Islam serta mengambil
dan menetapkan seluruh aturan-aturannya tanpa memandang lagi ras-ras kebangsaan,
warna kulit, maupun mazhab-mazhab mereka. Hizbut Tahrir melihat semuanya dari
pandangan Islam.
Para anggota dan aktivis Hizbut Tahrir dipersatukan dan diikat oleh akidah
Islam, kematangan mereka dalam penguasaan ide-ide (Islam) yang diemban oleh
Hizbut Tahrir, serta komitmen mereka untuk mengadopsi ide-ide dan pendapat-pendapat Hizbut Tahrir. Mereka sendirilah yang mengharuskan dirinya menjadi
anggota Hizbut Tahrir, setelah sebelumnya ia terlibat secara intens dengan Hizb;
berinteraksi langsung dengan dakwah bersama Hizb; serta mengadopsi ide-ide dan
pendapat-pendapat Hizb. Dengan kata lain, ikatan yang mengikat para anggota dan
aktivis Hizbut Tahrir adalah akidah Islam dan tsaqâfah (ide-ide) Hizb yang sepenuhnya
diambil dari dari akidah ini.
Halaqah-halaqah atau pembinaan wanita di dalam tubuh Hizbut Tahrir terpisah
deri halaqah-halaqah pria. Yang memimpin halaqah-halaqah wanita adalah para suami,
para muhrimnya, atau sesama wanita.

Aktivitas Hizbut Tahrir
Aktivitas Hizbut Tahrir adalah mengemban dakwah Islam dalam rangka
melakukan transformasi sosial di tengah-tengah situasi masyarakat yang rusak
sehingga diubah menjadi masyarakat Islam. Upaya ini ditempuh dengan tiga cara: (1)
Mengubah ide-ide yang ada saat ini menjadi ide-ide Islam. Dengan begitu, ide-ide
Islam diharapkan dapat menjadi opini umum di tengah-tengah masyarakat, sekaligus
menjadi persepsi mereka yang akan mendorong mereka untuk merealisasikan dan
mengaplikasikan ide-ide tersebut sesuai dengan tuntutan Islam. (2) Mengubah
perasaan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat menjadi perasaan Islam.
Dengan begitu, mereka diharapkan dapat bersikap ridha terhadap semua perkara yang
diridhai Allah, dan sebaliknya, marah dan benci terhadap semua hal yang dimurkai
dan dibenci oleh Allah. (3) Mengubah interaksi-interaksi yang terjadi di tengah
masyarakat menjadi interaksi-interaksi yang Islami, yang berjalan sesuai dengan
hukum-hukum Islam dan pemecahan-pemecahannya.
Seluruh aktivitas atau upaya yang dilakukan Hizbut Tahrir di atas adalah
aktivitas atau upaya yang bersifat politis—dalam makna yang sesungguhnya, penerj.
Artinya, Hizbut Tahrir menyelesaikan urusan-urusan masyarakat sesuai dengan
hukum-hukum serta pemecahannya secara syar‘î. Sebab, secara syar‘î, politik tidak lain
mengurus dan memelihara urusan-urusan masyarakat (umat) sesuai dengan hukum-
hukum Islam dan pemecahannya.
Aktivitas-aktivitas Hizbut Tahrir yang bersifat politik ini tampak jelas dalam
upayanya mendidik dan membina umat dengan tsaqâfah (ide-ide) Islam agar umat
meleburkan dirinya dengan Islam; membebaskan umat dari dominasi akidah-akidah
yang destruktif, pemikiran-pemikiran yang salah, dan persepsi-persepsi yang keliru;
serta menyelamatkan umat dari pengaruh ide-ide dan pandangan-pandangan yang
kufur.
Aktivitas politik Hizbut Tahrir ini juga tampak dalam upayanya melakukan
pergolakan pemikiran dan perjuangan politiknya. Pergolakan pemikiran Hizbut Tahrir
ini dapat terlihat dalam upayanya untuk senantiasa melakukan perlawanan terhadap
ide-ide dan aturan-aturan kufur serta penentangannya terhadap ideide yang salah,
akidah-akidah yang rusak, atau pemahaman-pemahaman yang keliru. Semua itu
dilakukan dengan berupaya membongkar kerusakannya, menampakkan
kekeliruannya, dan menjelaskan solusi hukum-hukum Islam dalam masalah tersebut.
Sementara itu, perjuangan politik Hizbut Tahrir dapat terlihat dalam upayanya
menentang orang-orang kafir imperialis dalam rangka melepaskan umat Islam dari
belenggu kekuasaan mereka, membebaskan umat Islam dari tekanan dan pengaruhnya, serta mencabut akar-akar pemikiran, kebudayaan, politik, ekonomi, maupun militer
dari seluruh negeri-negeri Islam.
Perjuangan politik Hizbut Tahrir juga tampak jelas dalam upayanya menentang
para penguasa; membongkar pengkhianatan dan persekongkolan mereka terhadap
umat Islam; serta melancarkan kritik, kontrol, dan koreksi terhadap mereka. Hizbut
Tahrir berusaha mengubah para penguasa apabila mereka melanggar hak-hak umat
atau mereka tidak menjalankan kewajibannya terhadap umat, juga apabila mereka
melalaikan salah satu urusan umat atau mereka menyalahi hukum-hukum Islam.
Dengan demikian, aktivitas Hizbut Tahrir secara keseluruhan merupakan
aktivitas yang bersifat politik, baik di lingkungan sistem kekuasaan yang tidak Islami
ataupun di dalam naungan sistem pemerintahan Islam. Artinya, aktivitas Hizbut Tahrir
tidak hanya terbatas pada aspek pendidikan. Hizbut Tahrir bukanlah madrasah atau
sekolahan. Aktivitas partai ini juga tidak terfokus pada seruan-seruan dan nasihat-
nasihat yang bersifat umum. Akan tetapi, aktivitasnya secara keseluruhan bersifat
politis; Hizbut Tahrir berupaya menyampaikan ide-ide dan hukum-hukum Islam untuk
direalisasikan, diemban, dan diwujudkan dalam realitas kehidupan umat dan negara.
Hizbut Tahrir mengemban dakwah Islam agar Islam dapat diterapkan dalam
realitas kehidupan; agar akidah Islam menjadi dasar negara dan sekaligus landasan
konstitusi dan undang-undang. Sebab, akidah Islam adalah akidah yang bersifat
rasional (‘aqîdah ‘aqliyyah) dan sekaligus akidah yang bersifat politis (‘aqîdah siyâsiyah);
akidah yang telah menderivasikan (menurunkan) aturan-aturan yang mampu menjadi
solusi atas segenap problematika yang dihadapi manusia secara keseluruhan, baik di
bidang politik, ekonomi, pendidikan, sosial, dan lain-lain.

Medan Dakwah Hizbut Tahrir
Walaupun Islam adalah mabda’ (ideologi) yang bersifat universal, tetapi metode
Islam tidak menetapkan keharusan untuk mengawali upaya menegakkan ideologi
tersebut di setiap negeri. Memang benar, dakwah wajib disampaikan ke seluruh
pelosok dunia, tetapi pusat gerakan tentu haruslah difokuskan pada satu atau beberapa
negeri saja, sehingga gerakan yang ada dapat dikonsentrasikan pada tegaknya dawlah
Islam.
Sesungguhnya dunia secara keseluruhan merupakan medan yang layak untuk
dakwah Islam. Namun demikian, karena negeri-negeri Islam mayoritas penduduknya
telah memeluk Islam, wajarlah apabila dakwah bertolak dari sini. Selain itu, karena
negeri-negeri Arab, sebagai bagian dari negeri-negeri Islam, mayoritas penduduknya
berbicara dengan bahasa Arab—yang merupakan bahasa al-Quran dan Sunnah dan
bagian terpenting dalam Islam serta menjadi unsur pokok dalam khazanah peradaban
(tsaqâfah) Islam—maka dakwah Islam lebih utama untuk dimulai di sini. Lebih dari itu,
karena Hizbut Tahrir sendiri lahir dan berkembang negeri Arab serta telah mengemban
dakwah di sebagian negeri-negeri Arab, kemudian dakwahnya mulai meluas secara
alami sehingga gerakannya menyebar di banyak negeri Arab dan di sebagian negeri
Islam non-Arab.
Landasan Pemikiran Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir selama ini melakukan serangkaian pengkajian, penelitian, dan
studi terhadap keadaan umat dan kemerosotan yang dideritanya. Pada saat yang sama,
Hizbut Tahrir juga melakukan serangkaian penelaahan—sebagai perbandingan,
penerj.—terhadap situasi masa Rasulullah saw., masa Khulafaur Rasyidin, dan masa tâbi‘în. Upaya ini dilakukan dengan senantiasa merujuk pada Sirah Rasulullah saw.
dan metode beliau dalam mengemban dakwah (sejak awal hingga beliau berhasil
mendirikan Daulah Islam di Madinah), serta dengan melakukan studi tentang
bagaimana perjalanan hidup beliau di Madinah. Upaya ini juga dilakukan dengan
senantiasa merujuk pada Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya, serta apa yang ditunjukkan
oleh keduanya, yakni Ijma Sahabat dan Qiyas, di samping merujuk pula pada berbagai
pendapat para imam mujtahid.
Setelah melakukan serangkaian upaya di atas, Hizbut Tahrir lalu memilih dan
menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat, dan hukum-hukum; baik secara konseptual
(fikrah) maupun metode operasionalnya (thariqah). Semua itu merupakan ide-ide,
pendapat-pendapat, dan hukum-hukum Islam semata; tidak ada satu pun yang tidak
Islami; tidak pula dipengaruhi oleh sesuatu yang tidak bersumber dari Islam.
Semuanya bersumber secara utuh dan murni dari Islam, tidak bersandar pada dasar-
dasar selain Islam dan nash-nash syariatnya. Selain itu, partai ini senantiasa bersandar
pada pemikiran (akal sehat) dalam menetapakan semua itu.
Hizbut Tahrir telah memilih dan menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat, dan
hukum-hukum tersebut sesuai dengan ketentuan yang diperlukan dalam
perjuangannya. Semua itu adalah dalam rangka melangsungkan kehidupan Islam dan
mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia, dengan cara mendirikan kembali
dawlah-khilafah dan mengangkat seorang khalifah.
Ide-ide, pendapat-pendapat, dan hukum-hukum yang telah dipilih dan
ditetapkan oleh Hizbut Tahrir telah dihimpun di dalam buku-buku (baik yang
dijadikan sebagai materi pokok pembinaan ataupun sebagai materi pelengkap) dan
sejumlah selebaran. Semua itu telah diterbitkan dan disebarkan di tengah-tengah umat.
Berikut ini adalah beberapa buku yang telah diterbitkan oleh Hizbut Tahrir,
yaitu :
1) Kitab Nizhâm al-Islâm (Islam Struktural).
2) Kitab Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm (Sistem Pemerintahan Islam).
3) Kitab An-Nizhâm al-Iqtishâdî fî al-Islâm (Sistem Ekonomi Islam).
4) Kitab An-Nizhâm al-Ijtimâ‘î fî al-Islâm (Sistem Pergaulan Pria-Wanita dalam Islam).
5) Kitab At-Takattul al-Hizbî (Politik Partai: Strategi Partai Politik Islam).
6) Kitab Mafâhm Hizbut Tahrîr (Pokok-pokok Pikiran Hizbut Tahrir).
7) Kitab Ad-Dawlah al-Islamiyyah (Daulah Islam).
8) Kitab Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah (Membentuk Kepribadian Islam, tiga jilid).
9) Kitab Mafâhîm Siyâsah li Hizbut Tahrir (Pokok-pokok Pikiran Politik Hizbut Tahrir).
10) Kitab Nadharât Siyâsiyah li Hizbut Tahrir (Beberapa Pandangan Politik menurut
Hizbut Tahrir).
11) Kitab Muqaddimah ad-Dustûr (Pengantar Undang-undang Negara Islam)
12) Kitab Al-Khilâfah (Khilafah).
13) Kitab Kayfa Hudimat al-Khilâfah (Dekonstruksi Khilafah: Skenario di Balik Runtuhnya
Khilafah Islam).
14) Kitab Nizhâm al-‘Uqûbât (Sistem Peradilan Islam).
15) Kitab Ahkâm al-Bayyinât (Hukum-hukum Pembuktian dalam Pengadilan)
16) Kitab Naqd al-Isytirâkiyyah al-Marksiyah (Kritik atas Sosialisme-Marxis).
17) Kitab At-Tafkîr (Nalar Islam: Membangun Daya Pikir).
18) Kitab Sur‘ah al-Badîhah (Mempercepat Proses Berpikir).
19) Kitab Al-Fikr al-Islâmî (Bunga Rampai Pemikiran Islam). 20) Kitab Naqd an-Nadhariyah al-Iltizâmi fî Qawânîn al-Gharbiyyah (Kritik atas Teori
Stipulasi dalam Undang-undang Barat).
21) Kitab Nidâ’ Hâr (Panggilan Hangat dari Hizbut Tahrir untuk Umat Islam).
22) Kitab As-Siyâsah al-Iqtishâdhiyyah al-Mutsla (Politik-Ekonomi Islam).
23) Kitab Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah (Sistem Keuangan dalam Negara Khilafah).

Di samping itu, terdapat ribuan selebaran-selebaran, buklet-buklet, dan diktat-diktat
(surat-surat terbuka kepada para penguasa dan pemimpin gerakan politik) yang
dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir sejak berdirinya sampai sekarang. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar